PEMAHAMAN TEOLOGI DIKOTOMI TUBUH JIWA DAN ROH
Thursday, September 10, 2020
Add Comment
DIKOTOMI
Dalam KBBI dikotomi berarti “pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan” Artinya ada satu unsur yang terdiri dari dua bagian. Dalam diri manusia terdiri dari dua natur yaitu tubuh dan roh. Louis Berkhof mengatakan bahwa Dikotomi merupakan pandangan yang percaya bahwa natur manusia hanya terdiri dari tubuh dan roh.
Paul Enns mengatakan, dikotomi berasal dari kata Yunani yaitu dicha(dua) dan temno,(memotong). Jadi manusia adalah keberadaan yang terdiri dari dua bagian, yaitu tubuh dan jiwa. Bagian non-materi adalah jiwa dan roh, dimana keduanya adalah substansi yang sama. Namun demikian, mereka memiliki fungsi yang berbeda. Yaitu dukungan untuk pandangan dikotomi.
Strong mengungkapkan teori ini sebagai berikut:
Bagian manusia yang tidak badaniah, bila dipandang sebagai kehidupan individual dan sadar, mampu memiliki dan mengerakkan organisme fisik, dinamakan psuche; bila dipandang sebagai unsur yang rasional dan normal, tekat kepada pengaruh dan penguasaan ilahi disebut pneuma. Pneuma adalah bagian yang lebih luhur manusia karena hubungan dengan berbagai realitas rohani atau mampu berhubungan secara rohani.
Dikotomi merupakan suatu konsep teologis yang menyatakan bahwa diri manusia dapat dibedakan dalam dua aspek, yakni jiwa yang bersifat rohani dan tubuh yang bersifat jasmani. Pandangan seperti ini diklaim memiliki dasar dari Alkitab. Konsep Dikotomi berbeda dengan dualisme yang juga memisahkan antara tubuh dan jiwa manusia. Di dalam konsep dualisme, tubuh dianggap lebih rendah dari jiwa, bahkan tubuh dipandang jahat. Sedangkan dalam konsep dikotomi, tidak ada anggapan bahwa tubuh adalah jahat atau lebih rendah, kendati tubuh tidaklah abadi seperti jiwa. Dalam hal ini ada suatu unsur yaitu:
1. Dualisme
Beberapa inti pokok ajaran Alkitab dapat dipahami lebih baik, jika diperhatikan latar belakang pemikiran dualisme. Kata ‘dualisme’ sudah mengalami pemakaian aneka ragam dalam sejarah teologi dan filsafat, tapi pengertian dasarnya ialah: membeda-bedakan dua dasar yang tidak tergantung yang satu pada yang lain, dan dalam beberapa hal bertentangan yang satu dengan yang lain. Maka dalam teologi Allah ditempatkan berhadapan dengan suatu dasar rohani yang jahat atau dengan dunia kebendaan; dalam filsafat roh berhadapan dengan materi, dalam ‘ilmu jiwa’ jiwa atau akal berhadapan dengan tubuh.
Istilah ‘dualisme’ pertama kali dipakai dalam sebuah buku tentang agama Persia kuno, terbit pada tahun 1700. Apakah agama Persia sebagai keseluruhan harus dianggap berciri dualisme, biarlah itu menjadi pokok pembicaraan di antara para ahli. Tapi sudah jelas bahwa pada beberapa masa, dalam Mazdaisme (agama Persia) terdapat kepercayaan kepada suatu makhluk, yang dasar wataknya bersifat jahat dan merupakan penyebab dari segala kejahatan, yang tidak mempertanggungkan asal mulanya kepada Pencipta yang baik, tetapi ada tanpa tergantung sama sekali dari Pencipta yang baik itu. Makhluk jahat ini menciptakan makhluk-makhluk yang berhadapan atau bermusuhan dengan yang diciptakan oleh Roh yang baik itu.
Roh adalah segi hidup manusia yang batin yang dapat menerima dan menyatakan segala macam pengamatan Rohani. Menurut Alkitab, Roh ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Roh adalah manusia sebagai keseluruhan, sebagai makhluk yang berfikir, yang berbuat, yang berkehendak dan lain sebagainya. Sedangkan tubuh, menurut Alkitab, manusia sebagai keseluruhan dari segi yang lahir, sedang jiwa atau nyawa dan hati serta Roh adalah manusia sebagai keseluruhan dari segi yang batin.
Kebanyakan para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada argumentasi sebagai berikut:
1. Ketika penciptaan manusia, Allah mengghembuskan nafasNya kedalam tubuh manusia, sehingga hanya dua bagian saja, yaitu tubuh dan jiwa atau nafas yang hidup (Kej 2:7).
2. Para penganut dikotomi memandang istilah jiwa dan roh didalam Alkitab bukan sebagai dua subtansi yang berbeda, tetapi merupakan istilah yang dipakai secara bergantian atau dipertukarkan oleh penulis Alkitab, misalnya dalam Mat 6:25, 10:28. Manusia disebut dengan istilah tubuh dan jiwa, Pkh 12:7; 1 Kor 5:3,5; 42:6.
3. Penyebutan jiwa dan Roh secara bersamaan seperti dalam Tes 5:23 dan Ibr 4:12, tidak harus ditafsirkan sebagai adanya dua subtansi yang berbeda, sebab jika di tafsirkan demikian, manusia tidak hanya dibagi dengan tiga subtansi saja, melainkan lebih, misalnya dalam Mat 22:27 menyebutkan secara bersamaan hati, jiwa, dan akal budi (pikiran).
4. Pada umunya kesadaran manusia hanya menunjukan adanya dua bagian dalam diri manusia, yaitu unsur yang badaniah yang dapat dilihat dari unsur badaniah yang tidak dapat dilihat. Pada waktu manusia mati, maka badan atau tubuhnya kembali ketanah, sedangkan jiwa atau rohnya kembali kepada Allah.
Paul Enns mengatakan, dikotomi berasal dari kata Yunani yaitu dicha(dua) dan temno,(memotong). Jadi manusia adalah keberadaan yang terdiri dari dua bagian, yaitu tubuh dan jiwa. Bagian non-materi adalah jiwa dan roh, dimana keduanya adalah substansi yang sama. Namun demikian, mereka memiliki fungsi yang berbeda. Yaitu dukungan untuk pandangan dikotomi.
Strong mengungkapkan teori ini sebagai berikut:
Bagian manusia yang tidak badaniah, bila dipandang sebagai kehidupan individual dan sadar, mampu memiliki dan mengerakkan organisme fisik, dinamakan psuche; bila dipandang sebagai unsur yang rasional dan normal, tekat kepada pengaruh dan penguasaan ilahi disebut pneuma. Pneuma adalah bagian yang lebih luhur manusia karena hubungan dengan berbagai realitas rohani atau mampu berhubungan secara rohani.
Dikotomi merupakan suatu konsep teologis yang menyatakan bahwa diri manusia dapat dibedakan dalam dua aspek, yakni jiwa yang bersifat rohani dan tubuh yang bersifat jasmani. Pandangan seperti ini diklaim memiliki dasar dari Alkitab. Konsep Dikotomi berbeda dengan dualisme yang juga memisahkan antara tubuh dan jiwa manusia. Di dalam konsep dualisme, tubuh dianggap lebih rendah dari jiwa, bahkan tubuh dipandang jahat. Sedangkan dalam konsep dikotomi, tidak ada anggapan bahwa tubuh adalah jahat atau lebih rendah, kendati tubuh tidaklah abadi seperti jiwa. Dalam hal ini ada suatu unsur yaitu:
1. Dualisme
Beberapa inti pokok ajaran Alkitab dapat dipahami lebih baik, jika diperhatikan latar belakang pemikiran dualisme. Kata ‘dualisme’ sudah mengalami pemakaian aneka ragam dalam sejarah teologi dan filsafat, tapi pengertian dasarnya ialah: membeda-bedakan dua dasar yang tidak tergantung yang satu pada yang lain, dan dalam beberapa hal bertentangan yang satu dengan yang lain. Maka dalam teologi Allah ditempatkan berhadapan dengan suatu dasar rohani yang jahat atau dengan dunia kebendaan; dalam filsafat roh berhadapan dengan materi, dalam ‘ilmu jiwa’ jiwa atau akal berhadapan dengan tubuh.
Istilah ‘dualisme’ pertama kali dipakai dalam sebuah buku tentang agama Persia kuno, terbit pada tahun 1700. Apakah agama Persia sebagai keseluruhan harus dianggap berciri dualisme, biarlah itu menjadi pokok pembicaraan di antara para ahli. Tapi sudah jelas bahwa pada beberapa masa, dalam Mazdaisme (agama Persia) terdapat kepercayaan kepada suatu makhluk, yang dasar wataknya bersifat jahat dan merupakan penyebab dari segala kejahatan, yang tidak mempertanggungkan asal mulanya kepada Pencipta yang baik, tetapi ada tanpa tergantung sama sekali dari Pencipta yang baik itu. Makhluk jahat ini menciptakan makhluk-makhluk yang berhadapan atau bermusuhan dengan yang diciptakan oleh Roh yang baik itu.
Roh adalah segi hidup manusia yang batin yang dapat menerima dan menyatakan segala macam pengamatan Rohani. Menurut Alkitab, Roh ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Roh adalah manusia sebagai keseluruhan, sebagai makhluk yang berfikir, yang berbuat, yang berkehendak dan lain sebagainya. Sedangkan tubuh, menurut Alkitab, manusia sebagai keseluruhan dari segi yang lahir, sedang jiwa atau nyawa dan hati serta Roh adalah manusia sebagai keseluruhan dari segi yang batin.
Kebanyakan para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada argumentasi sebagai berikut:
1. Ketika penciptaan manusia, Allah mengghembuskan nafasNya kedalam tubuh manusia, sehingga hanya dua bagian saja, yaitu tubuh dan jiwa atau nafas yang hidup (Kej 2:7).
2. Para penganut dikotomi memandang istilah jiwa dan roh didalam Alkitab bukan sebagai dua subtansi yang berbeda, tetapi merupakan istilah yang dipakai secara bergantian atau dipertukarkan oleh penulis Alkitab, misalnya dalam Mat 6:25, 10:28. Manusia disebut dengan istilah tubuh dan jiwa, Pkh 12:7; 1 Kor 5:3,5; 42:6.
3. Penyebutan jiwa dan Roh secara bersamaan seperti dalam Tes 5:23 dan Ibr 4:12, tidak harus ditafsirkan sebagai adanya dua subtansi yang berbeda, sebab jika di tafsirkan demikian, manusia tidak hanya dibagi dengan tiga subtansi saja, melainkan lebih, misalnya dalam Mat 22:27 menyebutkan secara bersamaan hati, jiwa, dan akal budi (pikiran).
4. Pada umunya kesadaran manusia hanya menunjukan adanya dua bagian dalam diri manusia, yaitu unsur yang badaniah yang dapat dilihat dari unsur badaniah yang tidak dapat dilihat. Pada waktu manusia mati, maka badan atau tubuhnya kembali ketanah, sedangkan jiwa atau rohnya kembali kepada Allah.
Jadi dari aspek manusia ada tiga yang perlu diperhatikan:
1. Manusia memiliki tubuh materi dan jiwa(roh) yang non materi.
2. Manusia adalah kesatuam di dalam dualitas, Kekristenan menolak pandangan mengenai dualisme.
3. Tubuh manusia bagian dari ciptaan Allah, meskipun manusia telah jatuh kedalam dosa, demikian juga dengan jiwa, tetapi dasarnya tubuh tidak jahat.
1. Manusia memiliki tubuh materi dan jiwa(roh) yang non materi.
2. Manusia adalah kesatuam di dalam dualitas, Kekristenan menolak pandangan mengenai dualisme.
3. Tubuh manusia bagian dari ciptaan Allah, meskipun manusia telah jatuh kedalam dosa, demikian juga dengan jiwa, tetapi dasarnya tubuh tidak jahat.
0 Response to "PEMAHAMAN TEOLOGI DIKOTOMI TUBUH JIWA DAN ROH"
Post a Comment