KHOTBAH KRISTEN: HATI YANG MENGASIHI YOHANES 13:34-35

Ilustrasi:
Dalam bukunya “Blessings and Woes,” Megan Mc Kenna menceritakan seorang pemotret/cameramen yang mengamati dunia lewat lensa kameranya, namun gagal membidik gambar yang terpenting dalam hidupnya. Di akhir tahun 1980’an Ekuador dilanda krisis ekonomi yang sangat berat. Lalu, dalam proporsi besar sekali, terserang epidemi wabah kolera. Seakan masih kurang, bencana alam silih berganti memporakporandakan desa-desa maupun kota-kota.

PBB dan Badan sosial Kristen lainnya meresponi dengan membawakan persediaan makanan. Juru potret itu mengambil posisi di suatu jalan utama dimana orang-orang berdiri mengantri makanan. Ia tertarik pada seorang gadis kurus kering dan dekil, berusia sekitar 9 atau 10 tahun. Diamatinya, selagi gadis ini dengan sabar antri, matanya selalu tertuju pada tiga anak lain lagi yang usianya lebih muda dari gadis itu, saling erat berjongkok di bawah sebuah pohon besar, memayungi diri dan menghindar dari terik panas matahari.

Setelah berjam-jam terjemur di bawah teriknya matahari, gadis kecil itu akhirnya mendapat giliran dilayani. Yang ia terima Cuma sebuah pisang. Tetapi, reaksinya begitu memukau dan  seakan melumpuhkan tukang potret ini. Pertama, wajahnya menyala, bersinar dalam sebuah senyum yang begitu manis.

Ia menerima pisang itu dan membungkuk pada pekerja sosialnya. Lalu cepat-cepat ia berlari menuju ketiga anak kecil di bawah pohon tadi. Dengan amat hati-hati ia menguliti, membagi pisangnya dengan rata menjadi 3 potong dan dengan hati-hati sekali di taruhnya masing-masing potongan pisang tersebut ke dalam telapak tangan tiap anak.

Bersama-sama mereka menundukkan kepala dan berdoa mengucap syukur! Lalu, perlahan-lahan mereka memakan potongan pisang tersebut, mereka benar-benar menikmati setiap gigitannya, sedangkan gadis tadi hanya menghisapi kulit pisat tersebut.
Tukang potret itu terdiam seribu bahasa.

Tak tertahan lagi, ia mulai menangis tersedu-sedu, lupa sama sekali akan semua kameranya dan akan tujuan utama ia hadir disana. Belakangan setelah sadar kembali, ai bertutur, ketika sedang mengamati gadis itu, ia melihat wajah Allah bersinar. Ia sempat mengintip secuil kecil kerajaan Allah dalam wajah dan tindakan-tindakan seorang gadis miskin jalanan yang begitu kaya dalam kemurahan hati, cinta kasih dan kepedulian, gadis ini memiliki kasih yang begitu besar.

Bagi orang percaya, kasih bukan sekedar suatu ajaran yang harus dipahami dan dimengerti, melainkan lebih dari pada itu, kasih adalah inti kekristenan yang harus dipraktekkan dan dilakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan Yesus berkata,”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh. 13:34)

Dalam hal kasih ini Tuhan Yesus bukan sekedar mengajarkan dan memerintahkan para pengikutNya untuk saling mengasihi, tetapi diriNya sendiri telah menjadi model bagaimana seharusnya kita mengasihi dengan benar.

Yesus telah terlebih dahulu membuktikan kasihNya kepada kita melalui pengorbananNya di atas kayu salib. Ia menjadi tebusan bagi umat manusia dan menjadi pendamaian antara Allah dan manusia.
Oleh karena itu, kasih harus menjadi bagian hidup orang percaya. Jika tidak,  berarti kita bukanlah pengikut Kristus, sekalipun kita mengatakan bahwa kita ini seorang kristen yang setiap minggu rajin ke gereja.
Lalu bagaimana kita dapat mempraktekkan pola hidup saling mengasihi?

Yaitu hanya dengan rela meneladani “Kasih yang Yesus tunjukkan kepada para murid” (Ay. 34), maka kita diajar untuk mempraktekkan pola hidup di dalam kasih terhadap sesama terutama saudara seiman.
Apa sajakah kasih yang Yesus tunjukkan kepada para murid untuk kita praktekkan dalam kehidupan kita?

1. Memikirkan kepentingan orang lain
Pada umumnya orang akan mencari kepentingan/keuntungan diri sendiri dalam membangun hubungan dengan sesama. Apa keuntungan saya jika saya bertemu dengan dia? Berapa banyak yang saya peroleh dengan hubungan ini? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sering menjadi pertimbangan kita dalam kita menjalin relasi dengan sesama kita/orang lain.

Tetapi Yesus tidak demikian, Ia memutuskan untuk mengasihi manusia sekalipun manusia menolakNya. Yesus mengasihi manusia bukan karena kepentingan diriNya dan bukan karena Tuhan Yesus bergantung dengan manusia. Yesus mengasihi manusia karena Ia tahu bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa kasihNya. Jadi orientasi kasih yesus adalah untuk kepentingan manusia yang dikasihiNya. Dan orientasi kasih menyebabkan Ia tetap mengasihi sekalipun manusia menolak atau tidak meresponnya.

Demikian juga halnya suami-istri yang berfikir untuk saling lebih dahulu menunjukkan kasih dan memenuhi kepentingan pasangannya maka pasangan tersebut akan bahagia. Begitu juga dengan hubungan orang tua dan anak yang belajar saling mengasihi demi kepentingan pihak lainnya akan harmonis.

Sesama orang percaya yang saling mengasihi dapat menutup kekurangan masing- masing. Filipi 2:3-4 (Baca) disini dikatakan tentang perlunya orang kristen untuk “menomorsatukan”orang lain lebih dari pada dirinya sendiri.

Mari kita praktekkan prinsip firman Tuhan ini, maka sukacita kita akan melimpah. Misalnya, mari kita belajar untuk memberi senyum terbaik kita kepada sesama/orang lain yang kita temui, kita berjabat tangan, dan menanyakan apa kabar.

Jikalau setiap orang kristen berlomba-lomba untuk peduli satu terhadap yang lain dengan ketulusan hati, niscaya persekutuan tubuh Kristus menjadi kesaksian bagi dunia lebih lagi.

2. Rela berkorban
Ilustrasi:
Di China, terdapat seseorang yang bernama Xia Jun yang mempunyai anak yang bernama Guo-Guo yang berusia 2 tahun, anaknya divonis dokter mengalami penyakit Leukimia Myeloid akut. Parahnya lagi, dokter memvonis ana jun hanya dapat bertahan selama 2 ½ tahun lagi, yang berarti usia sang anak hanya akan mencapai 4 atau 5 tahun.

Mendapati kenyataan pahit ini, sebagai seoarang ayah yang begitu mencintai sang anak, lantas Jun rela melakukan apa saja agar penyakit yang bersarang di dalam tubuh anaknya bisa segera disembuhkan dan dirinya bisa segera membawa pulang sang buah hati dan kembali bermain bersamanya. Xia Jun akhirnya memutuskan untuk berdiri di depan stasiun, berbekal kardus yang di tempeli foro sang anak dan diagnosis putranya.

Dan tak lupa ia kenakan sebuah kaos bertuliskan: “ karung tinju manusia, 10 yuan (Rp. 20 ribu) per pukulan.” Artinya, Xia Jun menyediakan dirinya untuk dipukul oleh siapapun yang melintas asal setelah memukul orang itu memberi donasi 10 yuan kepada xia Jun (Rp. 20.000).

Karena aksi yang dilakukan Jun untuk membantu anaknya ini terbilang begitu dramatis, hal ini lantas membuat perhatian banyak orang tersedot, dan akhirnya membuat pengorbanan Jun mendapatkan hasil yang cukup menyenangkan. Sampai sejauh ini, Jun telah berhasil mengumpulkan dana sebanyak 800 ribu Yuan atau sekitar 1,6 milyar rupiah, jumlah ini tentu melebihi kebutuhannya untuk biaya pengobatan sang anak.
Kisah ini menceritakan seorang ayah yang begitu mencintai anaknya sehingga ayah tersebut rela berkorban bahkan menjadikan dirinya karung tinju manusia untuk biaya pengobatan anaknya.

Mengasihi orang lain selalu identik dengan tindakan memberi atau berkorban. Tuhan Yesus telah membuktikan betama Ia mengasihi kita dengan mengorbankan nyawaNya di kayu salib. “ Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”(Yoh. 15:13) karena kita telah mengalami kasih Kristus, maka sudah selayaknya kita membagikan kasih itu kepada orang lain.

Kasih sejati tidak mengenal batas, artinya “berapapun harganya” bahkan apabila harus mengorbankan diri sekalipun sanggup dilakukan. Itulah kasih yang sudah Tuhan Yesus tunjukkan kepada kita, ia rela menyerahkan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang/orang-orang yang dikasihiNya), ia rela menanggung sakit yang maha dasyat baik secara fisik maupun mental, dengan tabah hati dan tanpa kebencian/kemarahan/penyesalan.

Kasih Yesus terjadi secara ironis sekali, mengapa? Karena tatkala manusia yang dikasihiNya menunjukkan prilaku yang kotor dan kejam dengan menyalibkan Yesus, pada saat yang sama justru terbukti kasih Yesus yang sejati lewat salib itu sendiri.

Hati yang mengasihi tidak cepat menuntut orang lain berbuat untuk dirinya, tetapi segera memberi apa yang dapat diberi untuk kebahagiaan sesamanya. Ketika kita mengasihi seseorang, kita pasti akan rela berkorban dan memberikan yang terbaik untuk orang yang kita kasihi.

3. Sabar untuk mau mengerti
Yesus tegas dan tidak kompromi terhadap dosa, tetapi bukan berarti tidak sabar terhadap para murid. Murid Yesus bukan orang yang sudah sempurna, bahkan penuh kekurangan/kelemahan di sana-sini. Ada yang lamban untuk mengerti kebenaran, ada yang emosional, ada yang cuek, ada yang ambisius, ada yang tidak sabaran, dan masih banyak kekurangan lainnya. Yesus mau hidup bersama mereka, menegur, mengajar, mengkoreksi dan memberi teladan.

Demikian juga dengan kita, mengasihi sesama kita harus disertai dengan kelapangan dada untuk menerima sesama apa adanya. Justru dengan terus bergaul, berinteraksi maka semakin terujilah kasih itu. kasih bukan sesuatu yang buta, tetapi melihat dan tidak menjadi kecewa terhadap kenyataan kelemahan dari saudara yang lain.

4. Rela mengampuni
Kebesaran Yesus karena kasihNya yang tak terukur, tidak ada kesalahan, kelemahan yang terlalu besar untuk diampuni. Jikalau Tuhan Yesus sendiri limpah dengan pengampunan dan tidak ada kebencian sama sekali terhadap manusia, siapakah kita manusia yang mempertahankan kebencian kepada sesama kita?

Mengeraskan hati untuk tidak mau mengampuni sesama yang bersalah akan memadamkan kasih itu sendiri. Dan orang yang tidak bersedia mengampuni adalah orang yang bersalah. Ia harus belajar merendahkan dirinya di bawah “salib Yesus.”

Kasih yang sejati tidak bisa lepas dari yang namanya pengampunan. Mengasihi yang diajarkan oleh Tuhan Yesus bukan sebuah kasih yang kita berikan karena orang lain mengasihi kita, tetapi kita juga harus mampu mengasihi orang yang membenci kita sekalipun. “Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi uga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.” (Luk. 6:32-33).

Kita menyadari bahwa mengasihi musuh adalah perkara yang tidak mudah, namun jika kita mampu melakukannya kita akan menjadi orang yang “berbeda” dari dunia sebagai mana yang Tuhan inginkan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2). Mengasihi bukanlah perbuatan alternatif atau mana yang suka yang ditawarkan oleh Tuhan, tapi suatu perintah yang harus ditaati oleh setiap pengikut Kristus!.

Kesimpulan:
Orang Kristen dipanggil untuk hidup dalam komunitas dengan pola hidup baru yang ditandai oleh kasih. Pertama, kasih Kristus yang menjadikan satu dengan yang lain sebagai saudara seiman, kedua, mempraktekkan hidup diantara saudara seiman dengan kasih yaitu mengasihi sesama seperti yang telag diteladankan oleh Yesus Kristus epada kita. Amin.

Eman Hlw Seorang hamba Kristus lulusan dari Sekolah Tinggi Teologia Arastamar Bengkulu (STTAB), dan sekarang sedang bertempur diladang pelayanan.

0 Response to "KHOTBAH KRISTEN: HATI YANG MENGASIHI YOHANES 13:34-35"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel