PLURALISME MENURUT PANDANGAN IMAN KRISTEN

BAB I
PENDAHULUAN


Pluralisme agama bisa dipahami dalam minimum tiga kategori. Pertama, kategori sosial. Dalam pengertian ini, pluralisme agama berarti ”semua agama berhak untuk ada dan hidup”. Secara sosial, kita harus belajar untuk toleran dan bahkan menghormati iman atau kepercayaan dari penganut agama lainnya.  

Kedua, kategori etika atau moral. Dalam hal ini pluralisme agama berarti bahwa ”semua pandangan moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah”. Jika kita menganut pluralisme agama dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi penganut agama lain yang memiliki pandangan moral berbeda, misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, hukuman gantung, euthanasia, dan lain-lain.
  
Ketiga, kategori teologi-filosofi. Secara sederhana berarti ”agama-agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”. Mungkin kalimat yang lebih umum adalah ”banyak jalan menuju Roma”. Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-beda. Selanjutnya, dalam tulisan ini, setiap kali kita menyebut pluralisme agama, yang dimaksudkan adalah pluralisme agama dalam kategori teologi-filosofi ini.

BAB II
A. Definisi Pluralisme
Penulis menemukan definisi “Pluralisme” dalam Internet yang menjelaskan sebagai berikut; Secara sederhana Pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
Jadi, penulis menyimpulkan Pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk dalam segi agama dan budaya.

 Baca Juga: Memahami Keadaan Pada Ahkir Zaman
*Pandangan Kristen
Alister E. Mcgrath, menuliskan dalam bukunya yang berjudul  “Christian Theology” pandangan Kristen tentang Pluralisme.
Paus  Yohannes  Paulus  II,  tahun  2000,  mengeluarkan  Dekrit Dominus  Jesus Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali  bahwa Yesus Kristus adalah satu­-satunya pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.
Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen barat disebabkan setidaknya oleh tiga hal, yaitu;
    1. Trauma sejarah kekuasaan Gereja di abad pertengahan dan konflik Katolik­-Protestan.
    2. Problema teologis Kristen, dan
    3. Problema Teks Alkitab.

Dalam tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara pendekatan atau cara pandang teologis  terhadap  agama lain;
    · Eksklusivisme, yang memandang hanya orang-orang yang mendengar dan menerima Alkitab yang akan diselamatkan. Di luar itu, ia tidak selamat.
    · Inklusivisme,  yang berpandangan, meskipun  Kristen  merupakan agama  yang  benar,  tetapi  keselamatan  juga  mungkin  terdapat  pada  agama  lain.
    · Pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju inti dari realitas agama. Dalam pandangan Pluralisme Agama, tidak ada agama yang dipandang lebih superior dari agama lainnya. Semuannya dianggap sebagai jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan.
 
Penulis menyimpulkan bahwa orang Kristen, menolak paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali  bahwa Yesus Kristus adalah satu­-satunya pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.

Penulis menemukan definisi “Pluralisme” dalam Internet yang menjelaskan sebagai berikut; Secara sederhana Pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
B. Awal Munculnya Pluralisme
Penulis memperoleh data yang menunjukan “awal kemunculan Pluralisme” dari Internet, sebagai berikut;
 
Latar belakang munculnya gerakan Pluralisme Paham ini muncul akibat reaksi dari tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya sendiri. Persoalan klaim kebenaran inilah yang dianggap sebagai pemicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas Nama agama. Konflik horisontal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling benar. Itulah tujuan akhir dari gerakan pluralisme; untuk menghilangkan keyakinan akan klaim kebenaran agama dan paham yang dianut, sedangkan yang lain salah. 
 
Perbedaan pendapat merupakan fenomena lazim, atau fenomena alamiah, termasuk perbedaan pendapat baik yang bersifat substantif maupun skriptural. Tatkala substansi yang menjadi landasan perbedaan cara pandang terhadap suatu pendirian atau keyakinan, komitmen terhadap kebenaran atau keyakinan yang dipilih akan (harus) menjadi syarat agar perbedaan itu bisa bersanding dalam kedamaian. Sedangkan tatkala perbedaan pendapat diakibatkaoleh penggunaan definisi leksikal atau penafsiran kontekstual yang berbeda, upaya mencari titik temunya harus dimulai dari penggunaan dan pemahaman semantik serta rujukannya yang sama. Diskursus yang muncul akhir-akhir ini berkenaan dengan beberapa konsep keagamaan dan pengamalannya bisa diperuncing dengan salah satu atau semua penyebab tersebut.
 
-Termasuk yang menyangkut konsep pluralisme agama-- baik yang menyangkut masalah antar agama maupun intraagama.
 
Dari keterangan diatas mengenai “awal munculnya Pluralisme” menurut penulis, hal ini disebabkan oleh karena setiap agama menganggap bahwa agamanyalah yang paling benar dan agama yang lain itu tidak benar, inilah yang menjadi sebab munculnya kaum Pluralisme. 
C. Tokoh Pluralisme Eka Darmaputera
Inilah biodata atau latar belakang dari Eka Darmaputera yang kelompok dapatkan, yang bersumber dari media sosial atau Internet.
Eka Darmaputera lahir 16 November 1942 di Mertoyudan, Magelang. Emiretus pendeta Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, dan mempunyai latar belakang Calvinis. S-1 di STT Jakarta (1966), Ia memperoleh gelar Doktor (1982), di Boston College and Andover Newton Theological School (AS) dengan disertasi Pancasila and The Search for Identity and Modernity in Indonesian Society. Menurut Eka Darmaputera: Dialog tidaklah berarti menyembunyikan kebenaran. Tidak pula mengkompromikan kebenaran. Tetapi mencari kebenaran bersama. Bersama-sama mencari yang paling benar, paling baik dan paling tepat. Bersedia memberi, tanpa memaksa. Bersedia menerima, tanpa terpaksa. Bukankah ini sesuatu keadaan yang paling dapat dipertanggungjawabkan secara etis? Jadi, ada pandangan bahwa etika Kristen hanya berlaku untuk orang Kristen, atau Etika Islam hanya berlaku untuk orang Islam, secara fundamental harus kita tolak, oleh karena ia menjurus pada relativisme dan subyektivisme. Di mana masing-masing kelompok berjalan sendiri-sendiri menurut prinsip, norma dan aturan permainannya masing-masing.

    * Pandangan Eka Darmaputera
Penulis mencatat pandangan Eka Darmaputera dalam buku yang berjudul “Alkitab dan Firman Allah” sebagai berikut;
Tapi, Eka lebih tajam dan jelas untuk kedetailan gerakan pluralisme yang berbicara mengenai Alkitab dan berteologia kontekstualisasi. Dia cukup tegas dalam bersikapnya sebagai seorang partikular Calvinis yang mendekati inklusif, sebagai berikut:  Saya percaya Alkitab adalah Firman Allah, sesungguhnya baru menyentuh sebagian saja dari seluruh kebenaran! Belum berbicara mengenal seluruh kebenaran! Belum berbicara mengenai seluruh kenyataan yang menyangkut Alkitab! Oleh karena itu, anjuran saya: jangan buru-buru menguras emosi dan energi hanya untuk mempertahankan kebenaran yang sepotong ini! Alkitab adalah firman Allah. Itu sama sekali tidak berarti bahwa Alkitab adalah identik dengan firman Allah, atau bahwa firman Allah adalah identik dengan Alkitab! TIDAK.
Penulis menyimpulkan bahwa pandangan Eka Darmaputera mengenai Pluralisme adalah percaya Alkitab adalah Firman Allah, sesungguhnya baru menyentuh sebagian saja dari seluruh kebenaran.

    * Tujuan Pluralisme
Syiah Sunni dalam tulisannya di Blog Internet menuliskan apa yang menjadi tujuan kaum Pluralisme sebagai berikut:
Dalam media massa ataupun ceramah-ceramah yang sering dilakukan oleh orang-orang yang tak dikenal, beberapa kali kita dengar mereka melontarkan pemikiran pluralisme agama dan mereka juga tekankan bahwa Islam, Kristen maupun agama-agama lain memiliki kebaikan oleh karenanya harus ada saling menghormati dan toleransi antar pengikut keyakinan-keyakinan yang ada. Sebagaimana kita menyukai jika keyakinan kita dihormati orang lain dan kita diberi kebebasan mengamalkan segala ajaran yang kita miliki maka merekapun harus kita beri hak untuk menganggap diri mereka dalam kebenaran dan memberi kebebasan untuk mengamalkan segala ajaran mereka, juga menghormati dan menganggap akan keberadaan dan kebenaran akidah mereka.
Penulis menyimpulan bahwa kaum Pluralisme ini adalah kaum yang menginginkan adanya suatu toleransi antar umat beragama, sehingga menjadikan umat untuk kebebasan beragama.
 

 Baca Juga:  Pemahaman Isi Intisari Surat Filemon

* Konsep Keselamatan
Bagaimana konsep keselamatan yang dimiliki oleh kaum Pluralisme? Demikian adalah konsep keselamatan yang dimiliki oleh kaum Pluralisme yang kelompok kutip dari Inernet.

Kaum pluralis melihat bahwa Kristus adalah suatu manifestasi. Maksudnya: gelar Kristus adalah sesuatu yang kosmis–suatu gelar yang dapat dikenakan kepada setiap medium keselamatan, termasuk yang non religius– yang merupakan misteri ilahi yang imanen dalam sejarah dan budaya manusia pada tempatnya masing-masing. Raimundo Panikkar, teolog India mengungkapkan hal ini sebagai berikut:
“Realitas ilahi terdapat dalam setiap nama yang ada di dalam masing-masing agama. Dalam Hinduisme dikenal dalam Ishavara, dalam kekristenan dikenal dengan Yesus dari Nazareth. 
 
Namun Kristus itu lebih dari pada Yesus dan tidak hanya dikenal melalui Yesus. Kristus sebagai misteri ilahi bukanlah suatu realita yang mempunyai banyak nama; tetapi, dalam setiap nama yang berbeda-beda dalam berbagai agama, Kristus itu hadir dan menyelamatkan menurut pandangan masing-masing agama.” Dari beberapa pandangan kaum pluralis di atas, nampak jelas bahwa tidak ada pemisahan antara “yang menyatakan” dengan “yang dinyatakan,” “yang mencipta” dengan “yang diciptakan” karena keduanya identik. Memang harus diakui bahwa tidaklah mudah untuk memecahkan relasi antara penyataan dengan sejarah. Sejarah merupakan arena aktivitas Allah dan penyataan berada di dalam sejara; tetapi, tidak identik dengan sejarah secara keseluruhan, karena penyataan memiliki konotasi “aktivitas Allah yang khusus” (baca: aktivitas penyelamatan). 
 
Pluralisme mengidentikan sejarah dengan sejarah keselamatan karena konsep yang humanistis-anthroposentris. Memang benar Allah masih mengontrol jalannya sejarah; tetapi, apabila mencampuradukkan sejarah dengan penyataan khusus secara mutlak tanpa melihat unsur-unsur demonik dan kebobrokan manusia, akibatnya adalah fatal.
 
Bagi kaum Pluralisme setiap agama mempunyai juruselamat masing-masing sehingga tidak ada yang harus ditonjolkan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Karena bagi kaum Pluralisme setiap agama mempunyai keselamatan masing-masing.

D. Pengaruh Karl Barth
Eka Darmaputera dalam bukunya yang berjudul “Alkitab dan Firman” mengatakan bahwa ia dipengaruhi oleh Karl Barth:

Di sini Eka terpengaruh terhadap Karl Barth. Bahkan lebih jelas lagi ia mengingatkan bahwa Alkitab dan Firman Allah adalah dua pengertian yang berbeda. Tidak identik. Eka percaya dengan segenap hati bahwa Alkitab adalah firman Allah. namun itu tidak berarti bahwa ia percaya "firman Allah identik dengan Alkitab." Alkitab adalah firman Allah dalam pengertian bahwa Alkitab memberi kesaksian tentang FIRMAN ALLAH yang sesungguhnya, yaitu Logos, Yesus Kristus. Alkitab itu diwahyukan oleh Allah sendiri, maka Alkitab menjadi sumber legitimasi. Firman Allah secara teologis adalah Yesus Kristus, bukan Alkitab. Jadi, orang Kristen bukanlah menggumuli apa yang Alkitab katakan, tetapi menggumuli apa yang Allah mau katakan melalui Alkitab kepada kita, kini dan di sini. Ada firman di dalam firman. Ada kanon di dalam kanon. Seluruh Alkitab adalah firman Allah. Namun tidak semua yang tertulis di dalam Alkitab adalah firman Allah yang mengikat semua orang percaya di sepanjang zaman.

Penulis menyimpulkan bahwa pengaruh Karl Barth sangat kuat sehingga mempengaruhi Eka Darmaputera, bahwa Alkitab dan Firman Allah adalah dua pengertian yang berbeda. Sedangkan untuk "Teologi Kontektualisasi", Eka berpendapat bahwa teologi kontekstualisasi adalah teologi itu sendiri.
 
Artinya, teologi hanya dapat disebut sebagai teologi apabila ia benar-benar kontektual. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakekatnya, teologi tidak lain dan tidak bukan adalah upaya untuk mempertemukan secara dialektis, kreatif serta eksistensial antara "teks" dengan "konteks": antara "kerygma" yang universal dengan kenyataan hidup yang kontektual. Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa teologi adalah upaya untuk merumuskan penghayatan imam Kristen pada konteks ruang dan waktu yang tertentu.
Selanjutnya Eka juga membahas tentang fundamentalisme sebagai berikut:
Teologi juga harus memperhatikan tradisi karena tradisi adalah sumber kesaksian tentang upaya umat Kristen untuk memahami kehendak Allah di sepanjang zaman. Di sini, Eka berpendapat bahwa Allah tidak berhenti berfirman setelah Ia menyatakan kehendak-Nya melalui Alkitab. Eka mengatakan: Di sinilah. menurut keyakinan saya, kesalahan fatal dari fundamentalisme. 
 
Kesalahannya tidak terletak pada sikapnya yang amat memperhatikan Alkitab, melainkan pada sikapnya seolah-olah Allah berhenti berfirman di situ. Kerumitan di dalam teologi kontekstualisasi adalah bagaimana kita menghubungkan yang universal dan yang partikular. Di sini saya tidak mungkin dan tidak mampu memberikan jawaban. ... Tapi, yang jelas-jelas salah ialah mereka [para dogmatikus] tidak mau mengakui bahwa ada masalah di sini. Pada satu pihak. adalah mereka yang hanya mau memperhitungkan yang universal dan kemudian secara semena-mena mencangkokkan pada yang partikular. Salah, oleh karena pada hakekatnya yang universal itu selalu ada dalam bentuk partikular. Pada pihak lain, adalah mereka yang dengan semangat menggebu-gebu hanya memperhatikan yang partikular dan mengabaikan dimensi yang universal. Ia salah, oleh karena Allah yang berfirman pada zaman ini tidak lain dan tidak bukan adalah Allah yang sama yang telah berfirman sepanjang zaman.
 
Jadi, yang menjadi masalahnya adalah tidak terletak pada sikapnya yang amat memperhatikan Alkitab, melainkan pada sikapnya seolah-olah Allah berhenti berfirman di situ.

 Baca Juga:Pemahaman Isi Intisari Kitab Yudas
E. Penilaian Penulis
Menurut penulis mengenai kaum Pluralisme ini, kelompok tidak setuju apabila dikatakan keselamatan ada pada seluruh agama, mengapa? Karena keselamatan hanya ada pada Tuhan Yesus saja, tidak ada keselamatan di luar Yesus. Sebab, dalam Yohanes 14:6 jelas dikatakan bahwa: Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Artinya, tidak ada seorangpun yang bisa mendapat hidup kekal atau surga jikalau tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat manusia.  
Semua agama pada umumnya mempunyai kepercayaan akan agama yang ia anut atau yang mereka yakini sehingga mereka rela mati untuk agama yang ia anut. Kaum Pluralisme berdiri dengan tujuan supaya adanya toleransi antar umat beragama sehingga menghindarkan pertentangan atau konflik antar agama-agama. Tetapi yang menjadi masalahnya sekarang adalah kaum Pluralisme menganggap bahwa semua agama memiliki keselamatan.

BABA III
KESIMPULAN
Pluralisme menolak finalitas Kristus yang merupakan dasar dari iman kristen. Juga pluralisme merupakan suatu ajaran “anti Kristus” yang menyamakan bahkan menggantikan Kristus dari Nazareth dengan “kristus-kristus palsu” atau “kristus yang kosmis panteistis.” Satu hal penting yang tidak dapat disangkali bahwa pemahaman ini justru muncul dari dalam kekristenan sendiri melalui oknum-oknum tertentu yang pengaruhnya tidak hanya di dalam tembok kekritenan lokal saja melainkan telah mendunia. Pada masa sekarang keberadaan ajaran inipun terus mendapat kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya seiring dengan semangat humanisme global modern.
Gereja harus menolak pluralisme karena bersifat sinkretis; mencampuradukkan segala macam ajaran agama yang diyakini memiliki kebenaran-kebenaran tertentu yang saling melengkapi. 
 
Gereja harus sadar akan bahaya dan fenomena dari ajaran ini yang dalam konteks kultural cukup mendapat angin untuk berkembang dengan subur dan kemudian merongrong wibawa kekristenan. Pluralisme perlu diwaspadai khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk dan potensial menjadi lahan yang subur untuk berkembang dan menghambat serta mengancam kelangsungan eksistensi dan misi Kristen yang tergantung pada fondasi keunikan dan finalitas Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Mediator Keselamatan. Umat Tuhan yang sejati perlu dengan bijaksana dan berhikmat mengingat akan kata-kata dari sang Juru Selamat sendiri: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14:6).”
Eman Hlw Seorang hamba Kristus lulusan dari Sekolah Tinggi Teologia Arastamar Bengkulu (STTAB), dan sekarang sedang bertempur diladang pelayanan.

0 Response to "PLURALISME MENURUT PANDANGAN IMAN KRISTEN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel